Bahan Susun Campuran AC-WC
Secara umum bahan susun Beton
Aspal terdiri atas:
1.
Agregat
Agregat
merupakan sekumpulan butiran batu pecah, kerikil, pasir ataupun komposisi
mineral lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil olahan (manufacture
aggregate) maupun hasil buatan (synthetic aggregate) yang digunakan sebagai
bahan penyusun perkerasan jalan.
Menurut
Asphalt Institute (2001) agregat adalah suatu mineral padat dan keras yang
digunakan pada campuran aspal panas, yang dapat berupa pasir, kerikil batu
pecah, slag dan debu batu. Agregat adalah 90-95% berdasarkan berat dan 75-85%
berdasarkan volume dari sebagian besar campuran aspal panas. Dengan demikian
daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan tergantung dari sifat agregat
dan hasil pencampuran agregat dengan aspal.
Jenis
agregat menurut ukuran butirnya diklasifikasikan sebagi berikut:
1.
Agregat kasar, batuan yang tertahan saringan
Nomor 8 (2,36 mm)
2.
Agregat halus, batuan yang lolos saringan Nomor
8 (2,36 mm) dan tertahan saringan Nomor 30 (0,6 mm)
3.
Bahan pengisi (filler), batuan lolos saringan
Nomor 200 (0,075 mm)
Bahan
pengisi (filler) adalah kumpulan mineral agregat yang lolos saringan Nomor 200
(0,075 mm) digunakan untuk mengisi rongga di antarapartikel bahan susun lapis
keras. Menurut Bina Marga (1987), filler adalah bahan berbutir halus yang lolos
saringan Nomor 30 (0,6 mm) dimana prosentase berat butir yang lolos saringan
Nomor 200 minimum 65%.
Secara
umum, syarat agregat dapat digunakan sebagai bahan jalan yaitu:
a.
Tahan lama (durable-resistance to abrasive),
batuan harus mempunyai kualitas yang cukup tahan terhadap pemecahan degradasi
(timbulnya bahan-bahan halus yang besarnya lolos saringan #100 dan tertahan
#200 yang disebabkan oleh adanya gaya-gaya mekanis (lalulintas) atau gaya yang
berlebihan sebelum dilakukan mixing atau pencampuran) dan disintegrasi
(pemecahan atau pemisahan partikel-partikel batuan yang disebabkan karena
gaya-gaya kimia).
b.
Kekuatan dan kekerasan agregat harus tahan
terhadap keausan dan degradasi sehingga dapat memberikan kekuatan dukung
campuran sebagai lapis permukaan.
c.
Tahan terhadap stripping (pengelupasan permukaan
batuan), yaitu dituntut mempunyai adhesi yang baik dengan bahan ikatnya dan
juga permukaan agregat yang bersih.
d.
Harus memiliki tahanan terhadap polishing agar
dapat menyediakan koefisien gesek yang cukup dan dapat bertahan lama.
e.
Harus memiliki ketahanan terhadap cuaca, antara
lain perubahan suhu, air dan kembang susut.
f.
Bentuk partikel yang menyudut (angular) akan
mempunyai angka gesek yang lebih besar sehingga akan meningkatkan stabilitas
campuran.
g.
Tekstur permukaan yang kesat dan kasar memberkan
gaya gesek yang lebih besar sehingga akan meningkatkan stabilitas campuran.
2.
Aspal
Aspal
merupakan campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral yang berwarna cokelat
hingga hitam, keras hingga cair, mempunyai sifat lekat yang baik, larut dalam
lauran CS2, CCl4 maupun CHCl3 dengan sempurna serta mempunyai sifat berlemak
dan tidak larut dalam air (Krebs and Walker, 1971).
Aspal
didapatkan dengan proses proses destilasi minyak mentah denagn keadaan vakum
udara pada suhu sekitar 480 C (900 F). temperature yang digunakan dapat berbeda
tergantung dari jenis minyak mentah yang digunakan atau jenis aspal yang
diproduksi.
Komposisi
aspal terdiri dari 4 golongan senyawa kimia, yaitu asphaltenes, resins,
aromatic dan saturates yang selanjutnya gabungan antara resins, aromatic dan
saturates sering disebut kelompok maltenes. Kadar kelompok-kelompok kimia
tersebut berbeda-beda sesuai dengan nilai penetrasi aspal.
Aspal
pada konstruksi perkerasan jalan digunakan sebagai pengikat dan pengisi antar
agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak dan sebagai pelindung dari
air, selain itu sebagai bahan pengikat yang memberikan ikatan yang kuat antar
aspal dan agregat dan antar aspal itu sendiri. Karena fungsinya yang vital,
maka aspal harus mempunyai daya tahan terhadap cuaca, mempunai adhesi, kohesi
dan memberikan sifat elastic yang tinggi.
Beberapa persyaratan aspal sebagai bahan jalan adalah:
a.
Kekakuan (stiffness), dalam hal ini aspal harus
memiliki kekakuan atau kekerasan yang cukup agar cukup dapat mempertahankan
bentuknya.
b.
Mudah dikerjakan (workability)
Workability yang cukup akan memudahkan pelaksanaan
penggelaran bahan dan juga dalam pemadatannya untuk memperoleh lapis yang pada
dan kompak.
c.
Kuat tarik (tensil strength) dan adhesi
(adhesion)
Kuat tarik dan adhesi yang cukup sangat diperlukan
agar lapis perkerasan yang dibuat akan tahan terhadap retak (cracking) yang
ditambah oleh kuat tarik, pengulitan (stripping) yang ditahan oleh adhesi,
goyah (raveling) yang ditahan oelh kuat tarik atau adhesi.
d.
Tahan terhadap cuaca
Kondisi perkerasan jalan yang mengalami perubahan cuaca
mengharuskan aspal mempunyai sifat ini sehingga dapat memenuhi kebutuhan
lalulintas serta tahan lama.
Sifat
aspal yang dominan pada perilaku lapisan aspal keras jalan adalah termoplastis
dan sifat keawetan (durability). Sifat termoplastis, yaitu jika dipanaskan akan
melembek dan dapat menjadi lunak atau cair sehingga dapat membungkus partikel
atau agregat selama proses pembuatan aspal campuran panas. Sedangkan sifat
keawetan, yaitu kemampuan aspal mempertahankan sifat aspalnya akibatnya proses
pelaksanaan konstruksi, pengaruh cuaca dan beban lalulintas pada masa
pelayanan.
Dalam
kaitannya sebagai unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, setiap sumber minyak
bumi menghasilkan molekul aspal yang berbeda-beda sifat fisiknya sehingga perlu
adanya pemeriksaaan laboratorium untuk setiap aspal yang akan digunakan. Hasil
pengujian laboratorium tersebut harus memenuhi spesifikasi sifat fisik aspal
yang telah ditetapkan. Penambahan additive pun mempengaruhi sifat fisik aspal,
dimana tujuan dari penambahan additive ini adalah utnuk meningkatkan kualitas
aspal.
Pengujian yang
dilakukan terhadap sifat fisik aspal antara lain sebagai berikut:
a.
Penetrasi (penetration)
Pengujian penetrasi aspal adalah untuk mengetahui
tingkat kekerasan aspal. Nilai penetrasi yang besar menunjukkan aspal yang
lunak dan sebaliknya nilai penetrasi yang kecil menunjukkan aspal yang keras.
Pengujian penetrasi juga dilakukan setelah adanya kehilangan berat. Hubungan
nilai penetrasi dalam pelaksanaan terkait dengan suhu perkerasan, lokasi
penggunaan aspal, jenis konstruksi dan kepadatan lalu lintas.
b.
Titik lembek aspal (softening point)
Pengujian ini merupakan indicator kepekaan aspal
terhadap temperature. Titik lembek merupakan suhu pada saat aspal menjadi
lembek karena pembebanan dan kecepatan pembebanan tertentu. Aspal dengan titik
lembek yang rendah menunjukkan aspal tersebut sanagt peka terhadap pengaruh
suhu sehingga aspal tersebut kurang baik jika digunakan.
c.
Titik nyala (flash point)
Titik nyala adalah suhu diaman pada saat terlihat
nyala singkat pada suatu titik diatas permukaan aspal. Pengujian ini perlu
dilakukan untuk mengetahui temperature maksimum pemanasan aspal sehingga aspal
tidak terbakar.
d.
Kehilangan berat (lost in heating)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui
pengurangan berat aspal akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam
aspal. Penurunan berat yang besar menunjukkan banyaknya bahan yang hilang
karena penguapan sehingga aspal akan cepat mengeras dan menjadi rapuh.
e.
Kelarutan dalam CCl4 (solubility)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kemurnian
aspal. Jika semua bitumen yang diuji larut dalam karbon tetra klorida (CCl4)
maak bitumen tersebut murni.
f.
Daktilitas (ductility)
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui sifat
kohesi dalam aspal itu sendiri dan juga sifat elastisitas dari aspal. Untuk
dapat mengetahui perubahan suhu perkerasan, aspal mempunyai daktilitas yang
tinggi, namun jika terlalu tinggi akan memberikan performance yang kurang baik.
g.
Berat jenis (specific gravity)
Berat jenis aspal meruapakn perbandingan berat aspal
dan berat air pada volume yang sama dan pada suhu tertentu. Berat jenis aspal diperlukan
untuk perhitungan analisa campuran.
h.
Viskositas (viscosity)
Pemeriksaan viskositas bertujuan untuk mengetahui
kekentalan aspal. Viskositas aspal erat kaitannya dengan kemudahan pengerjaan
aspal dalam proses pencampuran atau penyemprotan serta memaksimalkan pemadatan.
Dari hasil pemeriksaan akan diperoleh temperature untuk kekentalan aspal yang
paling baik dalam proses pencampuran dan penyemprotan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar