Rabu, 25 April 2012

Bahan Susun Campuran Asphaltic Concrete-Wearing Course (AC-WC)


Bahan Susun Campuran AC-WC
Secara umum bahan susun Beton Aspal terdiri atas:
1.      Agregat
Agregat merupakan sekumpulan butiran batu pecah, kerikil, pasir ataupun komposisi mineral lainnya, baik hasil alam (natural aggregate), hasil olahan (manufacture aggregate) maupun hasil buatan (synthetic aggregate) yang digunakan sebagai bahan penyusun perkerasan jalan.
Menurut Asphalt Institute (2001) agregat adalah suatu mineral padat dan keras yang digunakan pada campuran aspal panas, yang dapat berupa pasir, kerikil batu pecah, slag dan debu batu. Agregat adalah 90-95% berdasarkan berat dan 75-85% berdasarkan volume dari sebagian besar campuran aspal panas. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan mutu perkerasan jalan tergantung dari sifat agregat dan hasil pencampuran agregat dengan aspal.
Jenis agregat menurut ukuran butirnya diklasifikasikan sebagi berikut:
1.      Agregat kasar, batuan yang tertahan saringan Nomor 8 (2,36 mm)
2.      Agregat halus, batuan yang lolos saringan Nomor 8 (2,36 mm) dan tertahan saringan Nomor 30 (0,6 mm)
3.      Bahan pengisi (filler), batuan lolos saringan Nomor 200 (0,075 mm)
Bahan pengisi (filler) adalah kumpulan mineral agregat yang lolos saringan Nomor 200 (0,075 mm) digunakan untuk mengisi rongga di antarapartikel bahan susun lapis keras. Menurut Bina Marga (1987), filler adalah bahan berbutir halus yang lolos saringan Nomor 30 (0,6 mm) dimana prosentase berat butir yang lolos saringan Nomor 200 minimum 65%.
Secara umum, syarat agregat dapat digunakan sebagai bahan jalan yaitu:
a.       Tahan lama (durable-resistance to abrasive), batuan harus mempunyai kualitas yang cukup tahan terhadap pemecahan degradasi (timbulnya bahan-bahan halus yang besarnya lolos saringan #100 dan tertahan #200 yang disebabkan oleh adanya gaya-gaya mekanis (lalulintas) atau gaya yang berlebihan sebelum dilakukan mixing atau pencampuran) dan disintegrasi (pemecahan atau pemisahan partikel-partikel batuan yang disebabkan karena gaya-gaya kimia).
b.      Kekuatan dan kekerasan agregat harus tahan terhadap keausan dan degradasi sehingga dapat memberikan kekuatan dukung campuran sebagai lapis permukaan.
c.       Tahan terhadap stripping (pengelupasan permukaan batuan), yaitu dituntut mempunyai adhesi yang baik dengan bahan ikatnya dan juga permukaan agregat yang bersih.
d.      Harus memiliki tahanan terhadap polishing agar dapat menyediakan koefisien gesek yang cukup dan dapat bertahan lama.
e.       Harus memiliki ketahanan terhadap cuaca, antara lain perubahan suhu, air dan kembang susut.
f.       Bentuk partikel yang menyudut (angular) akan mempunyai angka gesek yang lebih besar sehingga akan meningkatkan stabilitas campuran.
g.      Tekstur permukaan yang kesat dan kasar memberkan gaya gesek yang lebih besar sehingga akan meningkatkan stabilitas campuran.

2.      Aspal
Aspal merupakan campuran yang terdiri dari bitumen dan mineral yang berwarna cokelat hingga hitam, keras hingga cair, mempunyai sifat lekat yang baik, larut dalam lauran CS2, CCl4 maupun CHCl3 dengan sempurna serta mempunyai sifat berlemak dan tidak larut dalam air (Krebs and Walker, 1971).
Aspal didapatkan dengan proses proses destilasi minyak mentah denagn keadaan vakum udara pada suhu sekitar 480 C (900 F). temperature yang digunakan dapat berbeda tergantung dari jenis minyak mentah yang digunakan atau jenis aspal yang diproduksi.
Komposisi aspal terdiri dari 4 golongan senyawa kimia, yaitu asphaltenes, resins, aromatic dan saturates yang selanjutnya gabungan antara resins, aromatic dan saturates sering disebut kelompok maltenes. Kadar kelompok-kelompok kimia tersebut berbeda-beda sesuai dengan nilai penetrasi aspal.
Aspal pada konstruksi perkerasan jalan digunakan sebagai pengikat dan pengisi antar agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak dan sebagai pelindung dari air, selain itu sebagai bahan pengikat yang memberikan ikatan yang kuat antar aspal dan agregat dan antar aspal itu sendiri. Karena fungsinya yang vital, maka aspal harus mempunyai daya tahan terhadap cuaca, mempunai adhesi, kohesi dan memberikan sifat elastic yang tinggi.
Beberapa persyaratan aspal sebagai bahan jalan adalah:
a.       Kekakuan (stiffness), dalam hal ini aspal harus memiliki kekakuan atau kekerasan yang cukup agar cukup dapat mempertahankan bentuknya.
b.      Mudah dikerjakan (workability)
Workability yang cukup akan memudahkan pelaksanaan penggelaran bahan dan juga dalam pemadatannya untuk memperoleh lapis yang pada dan kompak.
c.       Kuat tarik (tensil strength) dan adhesi (adhesion)
Kuat tarik dan adhesi yang cukup sangat diperlukan agar lapis perkerasan yang dibuat akan tahan terhadap retak (cracking) yang ditambah oleh kuat tarik, pengulitan (stripping) yang ditahan oleh adhesi, goyah (raveling) yang ditahan oelh kuat tarik atau adhesi.
d.      Tahan terhadap cuaca
Kondisi perkerasan jalan yang mengalami perubahan cuaca mengharuskan aspal mempunyai sifat ini sehingga dapat memenuhi kebutuhan lalulintas serta tahan lama.
Sifat aspal yang dominan pada perilaku lapisan aspal keras jalan adalah termoplastis dan sifat keawetan (durability). Sifat termoplastis, yaitu jika dipanaskan akan melembek dan dapat menjadi lunak atau cair sehingga dapat membungkus partikel atau agregat selama proses pembuatan aspal campuran panas. Sedangkan sifat keawetan, yaitu kemampuan aspal mempertahankan sifat aspalnya akibatnya proses pelaksanaan konstruksi, pengaruh cuaca dan beban lalulintas pada masa pelayanan.
Dalam kaitannya sebagai unsur hidrokarbon yang sangat kompleks, setiap sumber minyak bumi menghasilkan molekul aspal yang berbeda-beda sifat fisiknya sehingga perlu adanya pemeriksaaan laboratorium untuk setiap aspal yang akan digunakan. Hasil pengujian laboratorium tersebut harus memenuhi spesifikasi sifat fisik aspal yang telah ditetapkan. Penambahan additive pun mempengaruhi sifat fisik aspal, dimana tujuan dari penambahan additive ini adalah utnuk meningkatkan kualitas aspal.
Pengujian yang dilakukan terhadap sifat fisik aspal antara lain sebagai berikut:
a.       Penetrasi (penetration)
Pengujian penetrasi aspal adalah untuk mengetahui tingkat kekerasan aspal. Nilai penetrasi yang besar menunjukkan aspal yang lunak dan sebaliknya nilai penetrasi yang kecil menunjukkan aspal yang keras. Pengujian penetrasi juga dilakukan setelah adanya kehilangan berat. Hubungan nilai penetrasi dalam pelaksanaan terkait dengan suhu perkerasan, lokasi penggunaan aspal, jenis konstruksi dan kepadatan lalu lintas.
b.      Titik lembek aspal (softening point)
Pengujian ini merupakan indicator kepekaan aspal terhadap temperature. Titik lembek merupakan suhu pada saat aspal menjadi lembek karena pembebanan dan kecepatan pembebanan tertentu. Aspal dengan titik lembek yang rendah menunjukkan aspal tersebut sanagt peka terhadap pengaruh suhu sehingga aspal tersebut kurang baik jika digunakan.
c.       Titik nyala (flash point)
Titik nyala adalah suhu diaman pada saat terlihat nyala singkat pada suatu titik diatas permukaan aspal. Pengujian ini perlu dilakukan untuk mengetahui temperature maksimum pemanasan aspal sehingga aspal tidak terbakar.
d.      Kehilangan berat (lost in heating)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui pengurangan berat aspal akibat penguapan bahan-bahan yang mudah menguap dalam aspal. Penurunan berat yang besar menunjukkan banyaknya bahan yang hilang karena penguapan sehingga aspal akan cepat mengeras dan menjadi rapuh.
e.       Kelarutan dalam CCl4 (solubility)
Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan kemurnian aspal. Jika semua bitumen yang diuji larut dalam karbon tetra klorida (CCl4) maak bitumen tersebut murni.
f.       Daktilitas (ductility)
Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui sifat kohesi dalam aspal itu sendiri dan juga sifat elastisitas dari aspal. Untuk dapat mengetahui perubahan suhu perkerasan, aspal mempunyai daktilitas yang tinggi, namun jika terlalu tinggi akan memberikan performance yang kurang baik.
g.      Berat jenis (specific gravity)
Berat jenis aspal meruapakn perbandingan berat aspal dan berat air pada volume yang sama dan pada suhu tertentu. Berat jenis aspal diperlukan untuk perhitungan analisa campuran.
h.      Viskositas (viscosity)
Pemeriksaan viskositas bertujuan untuk mengetahui kekentalan aspal. Viskositas aspal erat kaitannya dengan kemudahan pengerjaan aspal dalam proses pencampuran atau penyemprotan serta memaksimalkan pemadatan. Dari hasil pemeriksaan akan diperoleh temperature untuk kekentalan aspal yang paling baik dalam proses pencampuran dan penyemprotan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar